Jumat, 17 Februari 2012

BERPIKIR AKADEMIK DALAM MENGHADAPI ERA GLOBALISASI PENDIDIKAN

oleh: Ari Kartini

Sebenarnya apa itu berpikir akademik?. Apakah orang yang harus berpikir akademik hanya orang-orang yang mengecam dunia pendidikan sarjana sampai profesor saja? bagaimana dengan orang-orang yang hanya dapat melanjutkan atau mengecam dunia pedidikan sampai tingkat SMA,SMP, atau malah hanya tamatan SD? Menurut Dr. Andoyo Sastromiharjo, 

“berpikir akademik itu adalah berpikir ilmiah, berpikir filosofis dan berpikir logis atau rasional. Berpikir ilmiah itu membutuhkan data yang empiris dilengkapi dengan teori yang pasti dan harus terkontrol. Sedangkan, berpikir filosofis berpedoman pada ‘ontologis’, ‘epistomologis’, dan ‘aksiologis’. Kalau berpikir logis atau rasional tentunya harus masuk akal dan penalarannya dapat diterima dengan akal”.

Dari penjelasan di atas saya menyimpulkan kalau berpikir akademik itu adalah pemikiran seseorang yang harus dilandasi dengan bukti atau teori yang mendukung secara empiris sehingga mampu diterima oleh akal. 

Dengan berpikir akademik orang akan mampu berbicara, bersikap lebih baik. Hanya situasi dan kondisi yang lebih menekankan orang yang berpikir akademik itu adalah orang-orang yang mengecam dunia pendidikan tinggi saja. Mungkin ini karena kesempatan mereka dan pengalaman mereka yang menuntut mereka harus seperti itu, sehingga mereka mau tidak mau harus berpikir akademik. Oleh karena itu, ditataran pendidikan, siswa maupun guru-gurunya harus mampu berpikir akademik untuk menghadapi era globalisasi pendidikan yang hampir tiap tahun berganti kebijakan.

Pendekatan belajar yang diperlukan dalam meningkatkan pemahaman terhadap materi yang dipelajari dipengaruhi oleh perkembangan proses mental yang digunakan dalam berpikir (perkembangan kognitif) dan konsep yang digunakan dalam belajar. Perkembangan merupakan proses perubahan yang terjadi sepanjang waktu ke arah positif. Jadi perkembangan kognitif dalam pendidikan merupakan proses yang harus difasilitasi dan dievaluasi pada diri siswa, mahasiswa, dan para pendidik sepanjang waktu mereka dalam menempuh pendidikan termasuk kemampuan berpikir kritis. 

Pengembangan diri individu dalam pendidikan menjadi suatu alternatif mempersiapkan individu menghadapi persaingan global yang menuntut adanya penguasaan terhadap kemampuan tertentu. Sejalan dengan itu, pendidikan selalu menyesuaikan dengan kemajuan peradaban dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi, sehingga lulusannya mampu bersaing di kancah global. Hal ini secara tidak langsung mensyaratkan individu untuk lebih mengembangkan kemampuannya, agar pencapaian prestasi akademik dapat optimal.  Menurut (Baron & Byrne);

“individu sebagai mahasiswa selayaknya memiliki efikasi diri akademik yang tinggi dalam pencapaian prestasi akademik, terutama mahasiswa tahun pertama yang baru saja mengalami peralihan dari SMA. Efikasi diri akademik dapat diartikan sebagai keyakinan seseorang bahwa dirinya mampu untuk melakukan tugas akademik yang diberikan dan menandakan level kemampuan dirinya”.

Kebijakan yang terjadinya pada zaman sekarang dalam dunia pendidikan sejujurnya telah  merugikan banyak orang, contohnya dalam hal kurikulum dengan ditetapkannya Ujian Nasional (UN). UN ini bukan berdampak positif justru malah negatif, bukan hanya siswa yang digencarkan dengan adanya UN tapi masyarakat awam pun yang tidak bersekolah tahu apa itu UN?, ketika datangnya masa UN yang sibuk bukan hanya siswa dan gurunya saja, tapi masyarakat, wartawan, orang tua sampai kalangan-kalangan lain ikut sibuk dalam menghadapi UN.

Saat ini pendidikan merupakan tempat yang paling utama dijadikan pembelajaran kedewasaan dalam mengubah pikiran, ucapan, dan sikap sehingga membentuk karakter yang baik Masuknya budaya barat di masyarakat Indonesia menjadi sebuah tantangan bagi masyarakat Indonesia untuk mengikuti perubahan zaman agar tidak terlalu ketinggalan, tetapi selain itu kita juga harus mampu mempertahkan kebudayaaan asli Indonesia. Jangan sampai karena kita lebih memerhatikan budaya barat, budaya Indonesia dilupakan. 

Individu yang cenderung berpikir positif dapat dideteksi melalui beberapa kriteria, yaitu percaya pada kuasa Tuhan Yang Maha Esa, selalu menjauh dari perilaku negatif, memiliki cara pandang dan tujuan yang jelas, memiliki keyakinan yang positif, mencari jalan keluar berbagai masalah yang dihadapi, belajar dari masalah, tidak membiarkan masalah mempengaruhi hidupnya, memiliki rasa percaya diri, menyukai perubahan, dan berani menghadapi tantangan, dan pandai bergaul dan suka membantu orang lain.

Senin, 23 Januari 2012

Senyuman Menyambut Semangat Pagi


Senyuman Menyambut Semangat Pagi

Oleh: Ari Kartini, S.Pd.
21 Januari 2012

Sungguh mendayu suara musik itu,
Musik gamelan yang diiringi karawitan
Dilengkapi suara gemuruh air deras
Indah dan menyejukan hati.
Cuaca cerah dan hiliran angin sejuk
Yang masuk lewat sela-sela jendela
Menambah nikmatnya pagi ini.
Raga  ini berbaring
Menghayati indahnya suasana pagi ini,
Kusambut pagi  ini dengan senyuman semangat
Untuk berkarya dan terus berkarya.

Perjuangan Seorang Sahabat


Berjuang SEORANG SAHABAT
(mengenang sahabat tercinta. Almarhumah Wini Pangestuti)

Oleh: Ari Kartini
26 Desember 2012

Juli 2011, Engkau dan Aku
Duduk dalam kursi Bus yang sama
Bercanda, tertawa  menuju kota hujan,
            Kita begitu asyik
            Menikmati indahnya perjalanan saat itu
            Senyummu masih terbenak diingatanku
Manis penuh kesejukkan
Suara lembutmu mengisyaratkan lemahnya fisikmu
Walaupun begitu Engkau tetap semangat
Cita-cita, tanggung jawab terus kau jalankan
Semangatmu mengalahkan penyakitmu
Tapi tuhan menyayangimu
Dia tahu apa yang terbaik untukmu
Dia ingin segera bertemu denganmu
Engkau wanita berkain putih
Tiada noda kau tinggalkan dalam waktu ini.
Selamat tinggal kawan, kau kan selalu ku kenang selamanya
Terima kasih atas jasa-jasamu.

Senin, 09 Januari 2012

SECARIK ILMU DI KOLONG JEMBATAN
oleh: Ilham Kalamullah







lmu merupakan harta yang berharga yang tak akan pernah musnah dan habis dimakan waktu ataupun diterjal badai.

Oleh karen itu, Raihlah ilmu sampai titik darah penghabisan. Semakin banyak ilmu yang diraih semakin bijak orang dalam berbuat.



 










Pagi menyapa udara dingin seakan terus menempel pada seluruh tubuh. Mentari pun enggan untuk keluar dari sarangnya, karena tebalnya awan menutup dunia ini. Suara bising kendaraan seolah menjadi alunan nada tiada henti.
“Erna bangun dari tidurnya, bergegas ke sungai yang ada tepat di depan rumahnya”. Lampu jalanan masih terlihat manyala, meskipun hari sudah siang. Air sungai itu tak jernih, apalah daya hanya itulah yang bisa ia dapatkan di tengah padatnya ibu kota. “Erna pun kembali untuk melaksanakan sholat subuh”. Kain putih berenda bunga mawar  dipakainya untuk menghadap sang pencipta.
“Ya Allah engkau maha pengasih lagi maha penyayang. Hamba tahu kehidupan ini sudah kau atur, semua yang terjadi pada umat-Mu adalah yang terbaik untuk umat-umat-Mu. Hamba yang menyadari akan dosa yang ku perbuat, dan lemah dihadapan-Mu datang kepada-Mu ya Rabbi untuk bersujud memohon petunjuk dan keridhoan-Mu dalam menjalani hidup di dunia yang hanya sementara ini. Berikanlah rizki yang melimpah untuk keluargaku, berikanlah hamba ilmu yang luas yang tiada tara agar hamba bisa menjadi orang yang bijak dan kaya akan ilmu. Karena hamba tahu ilmu tidak akan pernah musnah walaupun hamba tiada lagi di dunia ini, hamba ingin ilmu untuk bekal hamba di dunia dan bekal hamba di akhirat nanti. Meskipun aku tak sekolah bukan berarti hamba tidak diperbolehkan untuk mencari ilmu. Hamba yakin Engkau maha adil Aku tidak akan mengeluh akan takdir hamba yang tidak bisa melanjutkan sekolah  seperti anak-anak lainya, karena hamba yakin ilmu tidak hanya diraih di bangku sekolah saja. Dengan Engkau memberikan hamba kesempatan dan jalan untuk belajar sendiri hamba sudah bersyukur ya Allah. Terima kasih atas kesempatan dan kasih sayang-Mu terhadap apa yang Engkau berikan.”Amiin Ya Rabbal’alamin.
Lirih erna dalam Doanya disertai air mata yang mengalir penuh pengharapan.
Matahari pun mulai merangkak naik dibalik gedung-gedung yang tinggi. “Setelah selesai berdoa Erna berganti pakaian. “Pakaian selayaknya pemulung yang dihiasai oleh robekan dan lusuh dikenakan erna, walaupun demikian semua itu tak membuat erna merasa malu dan minder”. Dengan membawa karung ia beranjak menuju tempat pembuangan sampah atau TPA untuk mencari botol plastik dan yang terpenting mencari buku-buku bekas.
“Erna…….”
Erna pun terhenti dan mencari asal suara tersebut.
“Sini, ! terlihat seorang lelaki
“Eh, kamu fur”.  Sahut erna
“Na,! Apa orang tuamu memarahi kamu lagi?” Tanya furqon.
“Erna hanya menjawab pertanyaan furqon dengan menggelangkan kepala”.
“Kalo gak, kenapa matamu seperti yang sudah menangis?”
Mereka pun berjalan perlahan menuju TPA
Sebenarnya, ……, erna merasa ragu untuk bercerita!
“Sebernanya apa? Kalau ada masalah coba ceritakan, mungkin aku bisa Bantu.”
“Tidak, bukan ada masalah! Tapi aku masih kepikiran akan kejadikan 3 bulan yang lalu.”
“maksud kamu tentang rumah kamu yang terbakar itu?”
“Erna hanya menganggukan kepalanya dengan matanya berkaca-kaca seperti dipenuhi kesedihan.”
 Sambil menghela nafas, Erna memberanikan diri untuk berbicara. “semua ini adalah kesalahanku, keluargaku jadi korban kesembronoanku, (Erna bercerita sambil mengeluarkan air mata). Pada awalnya kamu tahu sendiri kan kalau aku tinggal di gubuk kecil dekat TPA, tapi semenjak kejadian itu, kami tinggal di bawah kolong jembatan yang entah kapan para petugas berbaju hijau akan menggusur kami, atau rumah kami akan hancur karena tertiup angin”. Jelas Erna dengan penuh rasa khawatir.
“Emang kesalahan kamu apa?” Bukannya kebakaran itu di akibatkan karena kompor yang lupa ibumu matikan setelah selesai memasak?. Itu sudah takdir na, ini bukan salah kamu.”
“Bukan! Itulah kenapa akhir-akhir ini aku sering melamun. Karena semua yang diceritakan ayah ma ibu bohong, dan kebakaran itu disebabkan karena aku! Aku yang membakar rumahku sendiri.”
“Haa….! Furqon pun terkejut mendengar penjelasan Erna.”
“Maksud kamu apa?Ah, kau pasti lagi bercanda na.”
“Gini cerita yang sebenarnya,”
 Erna mengisyaratkan untuk beristirahat di bawah jalan layang.
“Waktu itu, aku dapat buku yang masih bagus, saking gembiranya aku membaca buku itu sampai larut malam. Aku tertidur dan aku menggunakan obor yang biasa aku dan keluargaku gunakan untuk penerangan sebagai alat  penerang, karena keluargaku tak punya uang untuk memasang listrik. Jangankan untuk itu, untuk hal yang pokok saja keluargaku tak mampu. Biasanya kalau waktu lonceng menandakan pukul 22.00 malam obor sudah dimatikan. Tapi, karena aku keasyikan membaca dan belajar dengan keinginan untuk mendapatkan ilmu selayaknya anak-anak lain tak terasa obor yang kupakai itu terjatuh. Ku tersadar oleh kumpulan asap dan api yang sudah mulai membesar. Aku…. kaget dan langsung berteriak setelah itu aku berusaha menyelematkan diri dan barang-barang yang bisa aku selamatkan. Dan akhirnya aku bersama kedua orang tuaku tak bisa berbuat apa-apa.”
 Isak tangis erna pun pecah.
“Dari kejadian itu aku terus melamun, apalagi saat orang tuaku menjelaskan kejadian kebakaran itu diakibatkan karena ibuku. Mereka ingin menyelamatkanku dari amarah warga.”Aku emang anak durhaka”. Jerit Erna.
“Ssst, kamu  jangan bilang begitu. Kamu tidaklah salah, keinginan belajar yang ada dalam dirimu, itu suatu modal. Teruslah seperti itu. Aku yakin kamu bisa berbakti lebih dari ini untuk kedua orang tuamu. Meskipun kita tidak sekolah.” Jelas furqan menasehati.
“Apa orang tuamu marah atas kejadian ini?
“Tidak, justru mereka malah minta maaf karena mereka tidak bisa menyekolahkan aku. Mereka justru simpati  karena keinginanku untuk mendapat ilmu aku rela mencari buku-buku bekas dan mempelajarinya sampai larut malam.”
Merekapun terdiam dengan melihat lalu lalang kendaraan
“Sudahlah, ayo kita berangkat.”
Sahut furqan sambil memegang tangan Erna.
Erna pun berdiri dengan mengusap air matanya.
“Ayo”
Merekapun berjalan kembali,dengan sesekali terhenti karena melihat botol-botol bekas yang selalu senantiasa membantu untuk menyambung  hidup di tengah sulitnya perekonomian.
Setibanya ditempat pembuangan sampah Erna bertemu dengan teman-teman pemulung lainnya. Diantara sekian pemulung hanya Erna lah yang lebih mahir membaca. Erna selalu berpesan kepada temannya, kalau mereka  mendapat buku bekas yang baru maupun lama untuk dikumpulkan dan Erna pasti menukarnya meskipun itu harus rela  memberikan sekarung botol-botol plastik hasil jerih payahnya.
“Erna,…! sini.
Terlihat Zeina melambaikan tangan. Erna pun menghampiri, melewati  teman-temannya yang sedang asyik mengumpulkan barang-barang bekas.
“Ada apa?”  Tanya Erna.
“Coba Liat apa yang ku bawa?,”
Sambil meyodorkan buku tersebut
“Zeina, inikan buku pelajaran untuk SMU?”
“iya, kemarin aku dapat buku ini dari ayahku ” 
“Makasih ya Zei, hasil pengumpulan barang-barang bekas ku hari ini akan aku antar ke rumah kamu untuk mengganti buku ni, kamu tunggu aja ya!”
“Sudahlah na, kapan-kapan aja. Kamu pasti lagi butuh uang buat bantu orang tuamu memperbaiki rumah kamu. Aku ingin kamu tinggal di sini lagi bersama-sama tidak di kolong jembatan.”
“Makasih ya zei, kalau gitu aku pinjam saja bukunya. Aku akan menulisnya ke buku aku., nanti kalau uda beres aku kembalikan.”
“Ya ampun erna…., diantara semua pemulung seusia kita di sini hanya kamu yang benar-benar semangat untuk mencari dan mendapatkan ilmu. Aku salut akan perjuanganmu aku bangga ma kamu.”
“Makasih sekali lagi ya. Aku hanya ingin membuktikan kalau kita yang hidup dan ditakdirkan sebagai pemulung mempunyai kesempatan untuk belajar juga, Allah maha adil Dia akan selalu memberikan apapun yang kita mau asal kita mau berusaha.”
setelah mendapatkan buku itu erna kembali memungut botol-botol plastik bekas bersama teman-temannya.
Adzan dzuhur pun mulai berkumandang melantun menyatu dengan bisingnya kendaraan di bawah terik matahari. Erna pun pulang dengan hasil yang lumayan.  Keringat terus bercucuran membasahi tubuh Erna.
Karena sekarang Erna tinggal di kolong jembatan, jadi jarak dari TPA ke rumah Erna sedikit jauh dan Erna harus berjalan melewati jalan raya. Langkah kaki yang beralaskan sepasang sandal jepit berlatar putih terus menelusuri jalan, tiba-tiba terlihat ada seorang pria tua yang hendak memasuki mobil sedan. Tiba-tiba dompet pria tua itu terjatuh, sedangkan mobil tersebut melaju perlahan. Erna melihatnya dan dengan sekuat tenaga erna pun berlari, mengambil dompet itu serta berteriak
“Pak……. Pak……….. ini dompetnya terjatuh”
Mobil itu pun berhenti dan mundur kembali. Secara perlahan kaca mobil itu terbuka.
“maaf, ini dompetnya”. Setelah memberikan dompet erna pun hendak pergi.
“de…” Erna pun berbalik
“Bapak tua itu turun dari mobil dan menghampiri Erna.”
“terima kasih ya, ngomong-ngmong nama ade ini siapa?” Tanya pria tua itu.
“nama saya  Erna, Erna Nur Ilmi” jawab Erna
Dengan memberikan beberapa  uang ratusan ribu. “ini, sebagi tanda terimakasih om”
“maaf pak, saya tidak bisa menerima pemberian dari bapak  itu. Bukannya itu tidak penting. Tapi, maaf saja”
“kenapa, apakah kamu masih sekolah?”
“Sekolah? Erna terdiam sejenak., “orang miskin seperti saya, gak pernah kepikiran untuk sekolah. Untuk makan saja sangat susah, apalagi sekolah”
“itu, buku yang kamu pegang itu buku apa?”
“ini” sambil memperlihatkan buku nya.
“oh ini, buku bekas dapet dari teman saya” jelas erna.
“Oh, untuk dijual?” Tanya Pak tua itu.
“Erna menggelangkan kepala sammbil menjawab. “Bukan, buku ini untuk aku pelajari karena aku ingin pintar seperti anak-anak lain yang bersekolah.”
“Bapak itu bengong dan menebarkan senyum pada erna.”
“rumah kamu dimana?”
“gubuk saya, ada di bawah jembatan dekat gerbang Jakarta timur” jawab erna lugu.
“ini kartu nama saya, kalau de erna ada perlu hubungi saya saja. Terimakasih”
Mobil itupun berjalan perlahan dan semakin lama semakin kencang. Erna pun bergegas pulang, tanpa mempedulikan kartu nama itu.
***
Tanpa disangka-sangka yang awalnya Erna menganggap pertemuan  dengan pak tua itu hanya kebetulan saja, ternyata  Setelah kejadian tersebut pria tua itupun sering berkunjung ke gubuk erna dan keluarganya. Karena  merasa iba, serta untuk membalas rasa terima kasihnya. Erna bersama keluarga diajak untuk tinggal  dirumahnya. Dan mempekerjakan bapaknya sebagi satpam dan ibunya sebagi pembantu rumah tangga.
Beberapa bulan kemudian. Erna yang tak bisa lepas dari buku-bukunya, sedang asyik membereskan buku bekasnya tiba-tiba dihampiri oleh Pak Sito. Ya itulah nama pak tua yang dulu Erna tolong.
“Nak, apakah kamu ingin sekolah?” Tanya pak sito
“Mau pak, tapi…..” (Erna menjawab dengan penuh keraguan)
“Tapi kenapa?” Pak sito memotong pembicaraan.
“Masalah biaya? Tenang saja untuk masalah itu biar bapak yang tanggung. Anggaplah rumah ini seperti rumahmu sendiri, dan anggaplah bapak ini sebagai orang tuamu sendiri. Bapak juga ingin sekali mempunyai anak.” Jelas pak sito.
Erna terkejut, tapi matanya dilumpuri penuh kebahagiaan. “Emang anak bapak kemana?”
“Anak bapak meninggal waktu masih anak-anak, ia terjatuh dari tangga lantai dua.”
“Oh, maaf ya Pak”
“Erna pun menjalani hari-hari dengan belajar hingga lulus dengan hasil yang memuaskan sehingga membuat kedua orang tuanya dan pak sito bangga. Pak sito pun tidak tanggung-tanggung memberikan kepercayaan kepada erna untuk menjalankan perusahaannya.”
Akhirnya Erna Nur Ilmi menjadi pemegang perusahaan Bapak Sito dengan rendah hati. Kadang-kadang ia berpakaian lusuh untuk menemui teman-temannya tanpa rasa canggung.
“Ternyata pengorbananmu tak sia-sia,” sahut  furqon.
“Ya allloh inilah kisahku, hamba yakin engkau ada untuk kami. Jadikanlah kami orang-orang yang merendah di hadapanmu. Subhanalloh Walhamdulillah Walaillahailloh huallohu akbar.”

Jumat, 06 Januari 2012

peran Guru Sebagai Orang Tua


PERAN GURU SEBAGAI ORANG TUA
oleh: Ari Kartini, S.Pd.


 
Folded Corner: “Guru adalah orang tua kedua setelah orang tua    kita, yang memberikan ilmu pengetahuan dengan setulus hati” 



            Orang tua adalah sosok manusia yang begitu mulia dan penuh rasa sayang terhadap anak-anaknya. Bagaimana dan seperti apapun anak itu orang tua tetap menyayanginya. Orang tua mampu mengerti dan memahami apa yang sedang dirasakan oleh anaknya.
            Sekarang kita bertanya.
            Apa seorang Guru mampu berperan menjadi orang tua?”
            Peran Guru sebagai orang tua harus  dimiliki, karena keberhasilan siswa bukan hanya terfokus pada ilmu yang ditransfer oleh seorang guru saja, tugas guru sebagai pengajar belum cukup untuk mencapai keberhasilan siswa dan tujuan Pendidikan Nasional.
            Semua khalayak tahu bahwa guru merupakan figur yang akan dituruti oleh anak didiknya. Oleh karena itu, sebagai figur guru harus mampu mendidik sifat, sikap, dan mental anak didiknya. Dengan cara pendekatan individu guru sudah melakukan perannya sebagai orang tua.
Selain pendekatan individu, guru juga harus bersikap adil (tidak membeda-bedakan siswa-siswinya)  perbedaan karakteristik yang dimiliki anak didiknya harus diketahui oleh gurunya, dan guru harus mampu menyeimbangkan perbedaan karakteristik siswanya.
            Mengapa Guru harus berperan sebagai Orang Tua?”
            Hampir setengah hari dari 24 jam perhari siswa menyibukkan dirinya di sekolah, apalagi kalau pulang sekolah siswa harus mengerjakan tugas-tugas dari gurunya. Secara otomatis  siswa lebih banyak berinteraksi dan berkomunikasi dengan guru dan teman-temannya di sekolah. Maka dari itu, selain bimbingan dari orang tua, guru juga mempunyai tanggung jawab terhadap perubahan sikap siswanya. Seperti yang dijelaskan oleh Asep Nurjamin dalam artikelnya yg berjududul “Peran Guru tak akan Tergantikan” (2010). “Relasi siswa dengan guru adalah relasi sosial yang di dalamnya siswa akan berkembang menjadi manusia sebagaimana bentuk yang terefleksikan  dalam wujud seorang guru.
“Bagaimana Peran Guru sebagai Orang Tua?”   
            “Jika anda ingin mengembangkan anak-anak, mulailah dari otaknya, mereka tentu saja tidak membaca dengan ginjalnya!” (DR. Deborah Waber).
Ya, sungguh masuk akal apa yang dinyatakan oleh DR. Deborah Waber di atas. Kita adalah para pendidik yang harus bisa memberikan contoh untuk anak didik kita (ing ngarso sungtulodo). Karena, Guru adalah contoh pertama bagi anak didik untuk bersikap dan bertingkah laku dalam kesehari-harian anak didik tersebut. Banyak hal yang mempengaruhi pola pikir anak didik kita, dari mulai kondisi keluarga sampai pada lingkungan dimanan dia tinggal.
            Tapi, bagaimanapun juga guru adalah orang tua  kedua bagi anak didiknya, sudah selayaknya kita (pendidik) mencurahkan segala rasa, kasih sayang kita kepada anak didik kita. Guru adalah seseorang yang digugu dan ditiru. Apalagi pemerintah sekarang telah memberikan dorongan, baik itu motivasi ataupun berupa materi untuk guru yang sudah lulus Strata I atau Diploma IV. Meski belum semuanya, tapi diharapkan akan terus-menerus hingga menjangkau kedaerah-daerah terpencil.
            Kehangatan suasana di dalam kelas sudah seharusnya dikuasai oleh seorang Guru. Layaknya kita menghadapi anak sediri, ketika anak didik ada yang melakukan kesalahan, bukan di bentak apalagi sambil dicubit. Tapi, alangkah baik dan berkesan bagi anak didik kita yang belum bisa mengiuasai materi, kita belai rambutnya, diberi penjelasan  dan diberi motivasi agar anak lebih mengerti dan lebih merasa dekat dengan guru. Anak yang banyak bertanya diantaranya bukan karena anak itu pintar. Tapi, anak sudah merasa dekat dengan guru tersebut. Perlu diingat, motivasi itu sangat dibutuhkan anak didik dikala sedang belajar. Beritahu anak didik kita untuk apa kita belajar dan apa manfaatnya. Supaya dia lebih bisa mengondisikan / mempersiapkan dirinya untuk menerima ilmu yang akan diberikan oleh guru tersebut (Ing madyo mangun karso)
            Jangan patahkan cita-cita anak didik kita dengan serba melarang apa yang sedang dia kerjakan. Kita lihat apakah yang dia kerjakan., apakah yang dia kerjakan itu mengganggu kegiatan belajar atau tidak? Berbahaya atau tidak? Kita seharusnya bisa membimbingnya. Misalnya, ada siswa yang berteriak-teriak. Prilaku tersebut  Jangan kita larang, tetapi kita padukan dengan lagu yang indah sesuai dengan usianya. Dan jangan melupakan akan lagu-lagu wajib nasional karena mereka harus mengetahuinya. Selanjutnya, apabila ada anak yang suka memukul-mukul  meja, kita arahkan kepada sesuatu yang lebih baik. Kita bisa memberikan beberapa ketukan supaya iramanya teratur. Kita tidak tahu akan menjadi apa anak didik kita dimasa yang akan  datang. Yang pasti, kita bisa berusaha untuk menciptakannya dengan  cara mengarahkannya dan terus memberi motivasi. Sampai usia tua pun, kehangatan seorang Guru pada  anak didiknya akan terus melekat dalam diri anak didik kita.
            Perlu diingat, bahwa anak  belajar dari kehidupannya. Jika anak  dibesarkan dengan dukungan, maka ia belajar menyenangi diri, dan jika anak dibesarkan dengan kejujuran serta keterbukaan,  maka ia belajar kebenaran dan keadilan. Jadikanlah diri kita sebagai sandaran bagi anak didik kita. InsyaAlloh, kalau kita sudah dekat, maka anak didik kita akan terbuka dengan apa yang dirasakan dalam pembelajaran kita.
            Dan satu hal lagi (Tutwuri handayani) dibelakang memberi dorongan. Jangan sekali-kali mengatakan kepada anak yang belum menguasai  salah satu mata  pelajaran dengan kata-kata “bodoh”. Karena anak didik bukannya akan maju, tapi anak akan terus bersikap seperti apa yang telah dikatakan guru kepadanya. Karena anak yang dibesarkan dengan dorongan, maka ia secara  tidak langsung belajar bagaimana menjadi seseorang yang percaya diri.
            Tugas pokok seorang pendidik (Guru) sudah termuat dalam UUD Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005, tentang Guru dan  Dosen. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jadi, dikala kita sedang berhadapan dengan anak didik, ya merekalah anak-anak kita, yang harus kita aping dan didik. Supaya menjadi anak yang berkarakter baik, teguh pendirian, beriman dan bertakwa serta diiringi dengan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi. Dengan kehangatan dan kasih sayang kita sebagai orang tua kedua bagi anak didik kita.