Senin, 09 Januari 2012

SECARIK ILMU DI KOLONG JEMBATAN
oleh: Ilham Kalamullah







lmu merupakan harta yang berharga yang tak akan pernah musnah dan habis dimakan waktu ataupun diterjal badai.

Oleh karen itu, Raihlah ilmu sampai titik darah penghabisan. Semakin banyak ilmu yang diraih semakin bijak orang dalam berbuat.



 










Pagi menyapa udara dingin seakan terus menempel pada seluruh tubuh. Mentari pun enggan untuk keluar dari sarangnya, karena tebalnya awan menutup dunia ini. Suara bising kendaraan seolah menjadi alunan nada tiada henti.
“Erna bangun dari tidurnya, bergegas ke sungai yang ada tepat di depan rumahnya”. Lampu jalanan masih terlihat manyala, meskipun hari sudah siang. Air sungai itu tak jernih, apalah daya hanya itulah yang bisa ia dapatkan di tengah padatnya ibu kota. “Erna pun kembali untuk melaksanakan sholat subuh”. Kain putih berenda bunga mawar  dipakainya untuk menghadap sang pencipta.
“Ya Allah engkau maha pengasih lagi maha penyayang. Hamba tahu kehidupan ini sudah kau atur, semua yang terjadi pada umat-Mu adalah yang terbaik untuk umat-umat-Mu. Hamba yang menyadari akan dosa yang ku perbuat, dan lemah dihadapan-Mu datang kepada-Mu ya Rabbi untuk bersujud memohon petunjuk dan keridhoan-Mu dalam menjalani hidup di dunia yang hanya sementara ini. Berikanlah rizki yang melimpah untuk keluargaku, berikanlah hamba ilmu yang luas yang tiada tara agar hamba bisa menjadi orang yang bijak dan kaya akan ilmu. Karena hamba tahu ilmu tidak akan pernah musnah walaupun hamba tiada lagi di dunia ini, hamba ingin ilmu untuk bekal hamba di dunia dan bekal hamba di akhirat nanti. Meskipun aku tak sekolah bukan berarti hamba tidak diperbolehkan untuk mencari ilmu. Hamba yakin Engkau maha adil Aku tidak akan mengeluh akan takdir hamba yang tidak bisa melanjutkan sekolah  seperti anak-anak lainya, karena hamba yakin ilmu tidak hanya diraih di bangku sekolah saja. Dengan Engkau memberikan hamba kesempatan dan jalan untuk belajar sendiri hamba sudah bersyukur ya Allah. Terima kasih atas kesempatan dan kasih sayang-Mu terhadap apa yang Engkau berikan.”Amiin Ya Rabbal’alamin.
Lirih erna dalam Doanya disertai air mata yang mengalir penuh pengharapan.
Matahari pun mulai merangkak naik dibalik gedung-gedung yang tinggi. “Setelah selesai berdoa Erna berganti pakaian. “Pakaian selayaknya pemulung yang dihiasai oleh robekan dan lusuh dikenakan erna, walaupun demikian semua itu tak membuat erna merasa malu dan minder”. Dengan membawa karung ia beranjak menuju tempat pembuangan sampah atau TPA untuk mencari botol plastik dan yang terpenting mencari buku-buku bekas.
“Erna…….”
Erna pun terhenti dan mencari asal suara tersebut.
“Sini, ! terlihat seorang lelaki
“Eh, kamu fur”.  Sahut erna
“Na,! Apa orang tuamu memarahi kamu lagi?” Tanya furqon.
“Erna hanya menjawab pertanyaan furqon dengan menggelangkan kepala”.
“Kalo gak, kenapa matamu seperti yang sudah menangis?”
Mereka pun berjalan perlahan menuju TPA
Sebenarnya, ……, erna merasa ragu untuk bercerita!
“Sebernanya apa? Kalau ada masalah coba ceritakan, mungkin aku bisa Bantu.”
“Tidak, bukan ada masalah! Tapi aku masih kepikiran akan kejadikan 3 bulan yang lalu.”
“maksud kamu tentang rumah kamu yang terbakar itu?”
“Erna hanya menganggukan kepalanya dengan matanya berkaca-kaca seperti dipenuhi kesedihan.”
 Sambil menghela nafas, Erna memberanikan diri untuk berbicara. “semua ini adalah kesalahanku, keluargaku jadi korban kesembronoanku, (Erna bercerita sambil mengeluarkan air mata). Pada awalnya kamu tahu sendiri kan kalau aku tinggal di gubuk kecil dekat TPA, tapi semenjak kejadian itu, kami tinggal di bawah kolong jembatan yang entah kapan para petugas berbaju hijau akan menggusur kami, atau rumah kami akan hancur karena tertiup angin”. Jelas Erna dengan penuh rasa khawatir.
“Emang kesalahan kamu apa?” Bukannya kebakaran itu di akibatkan karena kompor yang lupa ibumu matikan setelah selesai memasak?. Itu sudah takdir na, ini bukan salah kamu.”
“Bukan! Itulah kenapa akhir-akhir ini aku sering melamun. Karena semua yang diceritakan ayah ma ibu bohong, dan kebakaran itu disebabkan karena aku! Aku yang membakar rumahku sendiri.”
“Haa….! Furqon pun terkejut mendengar penjelasan Erna.”
“Maksud kamu apa?Ah, kau pasti lagi bercanda na.”
“Gini cerita yang sebenarnya,”
 Erna mengisyaratkan untuk beristirahat di bawah jalan layang.
“Waktu itu, aku dapat buku yang masih bagus, saking gembiranya aku membaca buku itu sampai larut malam. Aku tertidur dan aku menggunakan obor yang biasa aku dan keluargaku gunakan untuk penerangan sebagai alat  penerang, karena keluargaku tak punya uang untuk memasang listrik. Jangankan untuk itu, untuk hal yang pokok saja keluargaku tak mampu. Biasanya kalau waktu lonceng menandakan pukul 22.00 malam obor sudah dimatikan. Tapi, karena aku keasyikan membaca dan belajar dengan keinginan untuk mendapatkan ilmu selayaknya anak-anak lain tak terasa obor yang kupakai itu terjatuh. Ku tersadar oleh kumpulan asap dan api yang sudah mulai membesar. Aku…. kaget dan langsung berteriak setelah itu aku berusaha menyelematkan diri dan barang-barang yang bisa aku selamatkan. Dan akhirnya aku bersama kedua orang tuaku tak bisa berbuat apa-apa.”
 Isak tangis erna pun pecah.
“Dari kejadian itu aku terus melamun, apalagi saat orang tuaku menjelaskan kejadian kebakaran itu diakibatkan karena ibuku. Mereka ingin menyelamatkanku dari amarah warga.”Aku emang anak durhaka”. Jerit Erna.
“Ssst, kamu  jangan bilang begitu. Kamu tidaklah salah, keinginan belajar yang ada dalam dirimu, itu suatu modal. Teruslah seperti itu. Aku yakin kamu bisa berbakti lebih dari ini untuk kedua orang tuamu. Meskipun kita tidak sekolah.” Jelas furqan menasehati.
“Apa orang tuamu marah atas kejadian ini?
“Tidak, justru mereka malah minta maaf karena mereka tidak bisa menyekolahkan aku. Mereka justru simpati  karena keinginanku untuk mendapat ilmu aku rela mencari buku-buku bekas dan mempelajarinya sampai larut malam.”
Merekapun terdiam dengan melihat lalu lalang kendaraan
“Sudahlah, ayo kita berangkat.”
Sahut furqan sambil memegang tangan Erna.
Erna pun berdiri dengan mengusap air matanya.
“Ayo”
Merekapun berjalan kembali,dengan sesekali terhenti karena melihat botol-botol bekas yang selalu senantiasa membantu untuk menyambung  hidup di tengah sulitnya perekonomian.
Setibanya ditempat pembuangan sampah Erna bertemu dengan teman-teman pemulung lainnya. Diantara sekian pemulung hanya Erna lah yang lebih mahir membaca. Erna selalu berpesan kepada temannya, kalau mereka  mendapat buku bekas yang baru maupun lama untuk dikumpulkan dan Erna pasti menukarnya meskipun itu harus rela  memberikan sekarung botol-botol plastik hasil jerih payahnya.
“Erna,…! sini.
Terlihat Zeina melambaikan tangan. Erna pun menghampiri, melewati  teman-temannya yang sedang asyik mengumpulkan barang-barang bekas.
“Ada apa?”  Tanya Erna.
“Coba Liat apa yang ku bawa?,”
Sambil meyodorkan buku tersebut
“Zeina, inikan buku pelajaran untuk SMU?”
“iya, kemarin aku dapat buku ini dari ayahku ” 
“Makasih ya Zei, hasil pengumpulan barang-barang bekas ku hari ini akan aku antar ke rumah kamu untuk mengganti buku ni, kamu tunggu aja ya!”
“Sudahlah na, kapan-kapan aja. Kamu pasti lagi butuh uang buat bantu orang tuamu memperbaiki rumah kamu. Aku ingin kamu tinggal di sini lagi bersama-sama tidak di kolong jembatan.”
“Makasih ya zei, kalau gitu aku pinjam saja bukunya. Aku akan menulisnya ke buku aku., nanti kalau uda beres aku kembalikan.”
“Ya ampun erna…., diantara semua pemulung seusia kita di sini hanya kamu yang benar-benar semangat untuk mencari dan mendapatkan ilmu. Aku salut akan perjuanganmu aku bangga ma kamu.”
“Makasih sekali lagi ya. Aku hanya ingin membuktikan kalau kita yang hidup dan ditakdirkan sebagai pemulung mempunyai kesempatan untuk belajar juga, Allah maha adil Dia akan selalu memberikan apapun yang kita mau asal kita mau berusaha.”
setelah mendapatkan buku itu erna kembali memungut botol-botol plastik bekas bersama teman-temannya.
Adzan dzuhur pun mulai berkumandang melantun menyatu dengan bisingnya kendaraan di bawah terik matahari. Erna pun pulang dengan hasil yang lumayan.  Keringat terus bercucuran membasahi tubuh Erna.
Karena sekarang Erna tinggal di kolong jembatan, jadi jarak dari TPA ke rumah Erna sedikit jauh dan Erna harus berjalan melewati jalan raya. Langkah kaki yang beralaskan sepasang sandal jepit berlatar putih terus menelusuri jalan, tiba-tiba terlihat ada seorang pria tua yang hendak memasuki mobil sedan. Tiba-tiba dompet pria tua itu terjatuh, sedangkan mobil tersebut melaju perlahan. Erna melihatnya dan dengan sekuat tenaga erna pun berlari, mengambil dompet itu serta berteriak
“Pak……. Pak……….. ini dompetnya terjatuh”
Mobil itu pun berhenti dan mundur kembali. Secara perlahan kaca mobil itu terbuka.
“maaf, ini dompetnya”. Setelah memberikan dompet erna pun hendak pergi.
“de…” Erna pun berbalik
“Bapak tua itu turun dari mobil dan menghampiri Erna.”
“terima kasih ya, ngomong-ngmong nama ade ini siapa?” Tanya pria tua itu.
“nama saya  Erna, Erna Nur Ilmi” jawab Erna
Dengan memberikan beberapa  uang ratusan ribu. “ini, sebagi tanda terimakasih om”
“maaf pak, saya tidak bisa menerima pemberian dari bapak  itu. Bukannya itu tidak penting. Tapi, maaf saja”
“kenapa, apakah kamu masih sekolah?”
“Sekolah? Erna terdiam sejenak., “orang miskin seperti saya, gak pernah kepikiran untuk sekolah. Untuk makan saja sangat susah, apalagi sekolah”
“itu, buku yang kamu pegang itu buku apa?”
“ini” sambil memperlihatkan buku nya.
“oh ini, buku bekas dapet dari teman saya” jelas erna.
“Oh, untuk dijual?” Tanya Pak tua itu.
“Erna menggelangkan kepala sammbil menjawab. “Bukan, buku ini untuk aku pelajari karena aku ingin pintar seperti anak-anak lain yang bersekolah.”
“Bapak itu bengong dan menebarkan senyum pada erna.”
“rumah kamu dimana?”
“gubuk saya, ada di bawah jembatan dekat gerbang Jakarta timur” jawab erna lugu.
“ini kartu nama saya, kalau de erna ada perlu hubungi saya saja. Terimakasih”
Mobil itupun berjalan perlahan dan semakin lama semakin kencang. Erna pun bergegas pulang, tanpa mempedulikan kartu nama itu.
***
Tanpa disangka-sangka yang awalnya Erna menganggap pertemuan  dengan pak tua itu hanya kebetulan saja, ternyata  Setelah kejadian tersebut pria tua itupun sering berkunjung ke gubuk erna dan keluarganya. Karena  merasa iba, serta untuk membalas rasa terima kasihnya. Erna bersama keluarga diajak untuk tinggal  dirumahnya. Dan mempekerjakan bapaknya sebagi satpam dan ibunya sebagi pembantu rumah tangga.
Beberapa bulan kemudian. Erna yang tak bisa lepas dari buku-bukunya, sedang asyik membereskan buku bekasnya tiba-tiba dihampiri oleh Pak Sito. Ya itulah nama pak tua yang dulu Erna tolong.
“Nak, apakah kamu ingin sekolah?” Tanya pak sito
“Mau pak, tapi…..” (Erna menjawab dengan penuh keraguan)
“Tapi kenapa?” Pak sito memotong pembicaraan.
“Masalah biaya? Tenang saja untuk masalah itu biar bapak yang tanggung. Anggaplah rumah ini seperti rumahmu sendiri, dan anggaplah bapak ini sebagai orang tuamu sendiri. Bapak juga ingin sekali mempunyai anak.” Jelas pak sito.
Erna terkejut, tapi matanya dilumpuri penuh kebahagiaan. “Emang anak bapak kemana?”
“Anak bapak meninggal waktu masih anak-anak, ia terjatuh dari tangga lantai dua.”
“Oh, maaf ya Pak”
“Erna pun menjalani hari-hari dengan belajar hingga lulus dengan hasil yang memuaskan sehingga membuat kedua orang tuanya dan pak sito bangga. Pak sito pun tidak tanggung-tanggung memberikan kepercayaan kepada erna untuk menjalankan perusahaannya.”
Akhirnya Erna Nur Ilmi menjadi pemegang perusahaan Bapak Sito dengan rendah hati. Kadang-kadang ia berpakaian lusuh untuk menemui teman-temannya tanpa rasa canggung.
“Ternyata pengorbananmu tak sia-sia,” sahut  furqon.
“Ya allloh inilah kisahku, hamba yakin engkau ada untuk kami. Jadikanlah kami orang-orang yang merendah di hadapanmu. Subhanalloh Walhamdulillah Walaillahailloh huallohu akbar.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar